Minggu, 21 Juni 2015

Sela Celah Temaram

Sela celah temaram
Buyar meradang tak tenang
Pecah bulir asmara
Membuih tak pasti
Cipta distorsi
Musnah citra tanda kasih

Aku yang selagi tadi bermusik
Notasi minor ditipu, robek!
Mengalunkan seruan durjana
Tanda fajar melahap habis gulita


4 Ramadhan 1436H

Rabu, 13 Mei 2015

Tiang Bendera

Museum Sepuluh Nopember, Januari 2015

Bung,
Aku berdiri dalam kesendirian
Menahan teriknya matahari
Yang menciptakan aliran peluh di sekujur tubuh

Sementara,
Dinginnya malam sungguh menusuk
Cipta gigil

Bung,
Aku menopang sejarah
Sebuah kain merah putih,
Sejak puluhan tahun lalu

Dipandang setiap kerlingan mata
Dihormati setiap raga

Bung,
Aku semakin tua
Tubuhku dilumuri karat

Aku rapuh
Aku tahu, aku tidak selamanya
Aku akan tergantikan

Bung,
Sampailah di akhir penantianku
Aku dapat beristirahat

Sunyi,



Hingga hilang terkikis angin



Bandung, 13 Mei 2015 
NA
SF

Minggu, 10 Mei 2015

Delusi pasti, tapi nanti (3)

Aku bermimpi,
melihatmu berdiri di daun pintu hitam itu
pucat rautmu menyambut langkahku, "drep, drep, drep,"

tiba-tiba

"JDEERR!!!"

kamu tertabrak waktu yang kian menderu

rupanya kamu
benar-benar tiada.

---

Kutemukan sunyi di sekitarku
Langit sudah abu sejak empat puluh hari yang lalu
Hanya terdengar teriakan semut yang tak sengaja kuinjak
Semesta membunuh kita, inilah akhirnya

---

Gumpalan lara menggertak kaku
Berkeliaran,
lalu-lalang

Sepi kian merasuk,

menghimpit,

meradang

sampai goyah

Kisah yang terbatas oleh dinding dosa
Penuh akan pilu dan haru

Di sini
Hanya bisa mengaduk cangkir
yang berisikan rela,
dan tabah.

Asa yang esa

Aku bermimpi,
mencabik gundah dalam kalbu
memaku rasa di atas kelabu

Aku ingin,
mengiris bayang semu menjadi kepingan sendu

tanpa ragu

terus melaju.


Sepi,

suntuk rupanya

begini.


Dobrak saja gerbangnya!
Masih banyak rentetan fantasi klasik di depan
Memadu melodi menjadi simfoni
Bak nampan kebahagiaan

Masih ingin ku meracau
Sampai keluar liur,
liar,
kemudian buyar

Tolong jangan membiru!
Jangan juga mematung!
Bangun! Bangun!
Kita ini hidup, belum akhir!


Bandung, 6 Mei 2015, 13:17

Senin, 06 April 2015

Esai

Di kala detik tidak lagi saling berkejar dengan menit
Lagi-lagi harus berkorban;

Menepis peluh hasil perasan tisu basah
Melipat tangan berlagak tidak pernah berhenti berpacu
Rasa sakitnya seperti ditusuk oleh belati berbahan plastik
Sebetulnya mampu, hanya saja pura-pura tak tahu

Semua berlebihan, buat apa juga

Sabtu, 28 Februari 2015

Haiku

Saya mungkin terlalu asyik mengaduk-aduk kata sampai terciptalah haiku-haiku sampah ini. Anggaplah 3 haiku teratas menjadi penerjemah kepribadian saya.


***

Sahabat DahSyat
Melambai-lambai demi
Sesuap nasi

Hobi berdakwah
Itulah Mamah Dedeh
Bersama Aa

Profesi baru
Menerka keadaan
Jadi cenayang

***

Masih saja kau
Mencari ‘adinda’-mu
Kapan pulangnya?

Gulita malam
Menyelimuti langkah
Menuju asa

Siksalah aku
Dengan ungkapan manis
Selain kamu

Beri harapan
Lupakanlah ancaman
Lihat ke depan

Sepi meradang
Menghimpit paru-paru
Tak sederhana

Kau menunggunya
Mereka juga, tapi
Takdir tak bisa

Ketukan detik
Mengiringi kisahnya
Yang sangat tragis

Kenangan indah
Merampas banyak waktu
Tapi tak apa

Kamu sembunyi
Dengan rangkak sunyimu
Dalam aksara

Panasnya rasa
Melahap kobar api
Diri sendiri

Engkau mengingkar
Sebelum sempat janji
Mungkin sensasi?

Kawula muda
Menggores drama, juga
Racun asmara